Kemajuan teknologi sebagai sarana sosialisasi yang populis selain memperluas hak informasi secara positif, namun juga berdampak terhadap persoalan/kejahatan dalam dimensi baru. Hubungan dunia yang tanpa batas (borderless) tersebut menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Bisa dikatakan bahwa teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Sebagai Langkah preventif terhadap hal itu, Indonesia sejak tahun 2008 telah mengesahkan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang dalam perjalannya UU tersebut telah diubah menjadi Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), mengingat banyaknya praktik yang tidak sesuai harapan atas kehadiran UU ITE tersebut. Diketahui kelahiran UU ITE sedari awal bertujuan untuk mengatur fenomena pelanggaran hukum dalam transaksi perdagangan elektronik dan perbuatan baru dalam dunia cyberspace. Namun keberadaan keamanan, kepastian hukum dan pemanfatannnya menjadi tidak optimal, seiring dengan banyaknya perempuan menjadi korban yang setidak-tidanya atas kehadiran Pasal 27 Ayat (1) dan (3) Jo. Pasal 45 UU ITE tersebut.